Buffer dulu trailernya, rata2 cuma 2-3 menit.... Setelah menonton, baca penjelasannya...
The Act of Killing
Film adalah media propaganda paling masif hingga saat ini, karena semua orang pasti nonton tipi siapa di sini yang masih inget setiap tanggal 30 september tvri nayangin apa? ya, film G30S/PKI film wajib tiap taun, sampai-sampai TS yang waktu itu masih SD pun dapat tugas dari sekolah untuk nonton dan mencatat utk kuis esoknya nah film The Act of Killing ini juga bersetting taun 65-66, tapi lebih ke paska 30 September , di mana 200rb hingga 1 juta rakyat indonesia jadi korban pembunuhan massal karena diduga simpatisan atau terlibat PKI stop dulu di sini, pasti ada yang engga percaya ya ? ya iya lah, emang engga diajarin di buku sejarah SD sih kalian bisa ngaskus berarti bisa buka google kan? coba deh google indonesia 1965 banyak informasi yang engga diajarkan di sekolah soal sejarah kelam bangsa ini.
awalnya Joshua Oppenheimer, sutradara film ini mau bikin film dokumenter ini dari sudut pandang keluarga korban pembantaian tapi ternyata sulit, mulai dari birokrasi hingga sentimen anti komunis yang masih kental lalu dibalik lah metodenya, gimana kalo kita bikin dari sudut pandang pelakunya, dan ketemulah Anwar Congo, seorang mantan preman di sumatera utara taun 65, pentolan ormas PP yang mengaku terlibat pembantaian massal itu selain Anwar Congo , Joshua sebenarnya mewawancarai puluhan pelaku sejarah lainnya, yang semuanya mengakui terlibat operasi 'pembersihan komunis' taun paska 65 namun akhirnya diputuskan utk mengangkat 1 kisah saja, kisahnya Anwar Congo ini
karena sifatnya dokumentasi ini reka ulang, praktis enggak ada adegan berdarah atau footage2 hitam putih seperti dokumenter kebanyakan, walaupun begitu, ini adalah film dokumenter yang paling horor yang pernah gw tonton, dan filmnya 2 jam lebih!:
reaksi penonton setelah film ini rata-rata pasti pada terdiam, melongo, saking depresinya.
sejak rilis di november 2012, film ini merajai festival-festival internasional, bahkan sekarang masuk nominasi oscar untuk best documentary dan kemungkinan besar akan menang!
awalnya Joshua Oppenheimer, sutradara film ini mau bikin film dokumenter ini dari sudut pandang keluarga korban pembantaian tapi ternyata sulit, mulai dari birokrasi hingga sentimen anti komunis yang masih kental lalu dibalik lah metodenya, gimana kalo kita bikin dari sudut pandang pelakunya, dan ketemulah Anwar Congo, seorang mantan preman di sumatera utara taun 65, pentolan ormas PP yang mengaku terlibat pembantaian massal itu selain Anwar Congo , Joshua sebenarnya mewawancarai puluhan pelaku sejarah lainnya, yang semuanya mengakui terlibat operasi 'pembersihan komunis' taun paska 65 namun akhirnya diputuskan utk mengangkat 1 kisah saja, kisahnya Anwar Congo ini
karena sifatnya dokumentasi ini reka ulang, praktis enggak ada adegan berdarah atau footage2 hitam putih seperti dokumenter kebanyakan, walaupun begitu, ini adalah film dokumenter yang paling horor yang pernah gw tonton, dan filmnya 2 jam lebih!:
reaksi penonton setelah film ini rata-rata pasti pada terdiam, melongo, saking depresinya.
sejak rilis di november 2012, film ini merajai festival-festival internasional, bahkan sekarang masuk nominasi oscar untuk best documentary dan kemungkinan besar akan menang!
Masih dokumenter juga, tapi kali ini ngelihat sejarah bangsa yang lebih dekat, 15 tahun yang lalu ketika reformasi tapi ini menurut saya film paling penting, terutama untuk pemilih pemula kenapa? karena ketika reformasi terjadi taun 1998, rata-rata pemilih pemula pasti masih balita atau SD, terlalu muda untuk paham apa yang sedang terjadi ketika itu dan sama seperti tragedi 1965, tragedi saat reformasi juga engga masuk buku pelajaran SMP/ SMA sekarang.
Film dokumenter ini mempertanyakan lagi keberhasilan reformasi...
Film dokumenter ini mempertanyakan lagi keberhasilan reformasi...
Reformasi adalah serangkaian gerakan perubahan yang terjadi di Indonesia, pada tahun 1998. Salah satu peristiwa yang membuatnya meruncing adalah tragedi penembakan mahasiswa Trisakti & Atma Jaya di Semanggi. Penembakan tersebut terjadi ketika mereka mengadakan demonstrasi besar-besaran menentang pemerintahan Soeharto yang sudah berkuasa selama 32 tahun.
Peristiwa tersebut memicu terjadinya kerusuhan massal yang menelan banyak korban, baik harta maupun benda. Wah, parah banget gan kalo diinget2. Toko2 pada dibakar, banyak warga keturunan Tionghoa yang diperkosa & dibantai, mahasiswa bentrok fisik dengan polisi & militer. Brutal death metal deh pokoknya. Serem bangat kalo inget2 masa itu.
Kerusuhan 1998 akhirnya berhasil menggulingkan kekuasaan orde baru. Soeharto lengser keprabon alias tuturn dari tahtanya, digantikan oleh wakilnya, BJ. Habibie. 15 Tahun sudah berlalu. Nah, gimana situasi negara kita sekarang?
Ada beberapa pertanyaan yang menggelitik kesadaran kita :
Peristiwa tersebut memicu terjadinya kerusuhan massal yang menelan banyak korban, baik harta maupun benda. Wah, parah banget gan kalo diinget2. Toko2 pada dibakar, banyak warga keturunan Tionghoa yang diperkosa & dibantai, mahasiswa bentrok fisik dengan polisi & militer. Brutal death metal deh pokoknya. Serem bangat kalo inget2 masa itu.
Kerusuhan 1998 akhirnya berhasil menggulingkan kekuasaan orde baru. Soeharto lengser keprabon alias tuturn dari tahtanya, digantikan oleh wakilnya, BJ. Habibie. 15 Tahun sudah berlalu. Nah, gimana situasi negara kita sekarang?
Ada beberapa pertanyaan yang menggelitik kesadaran kita :
- Para pelaku kerusuhan 98 udah pada ditangkap blm?
- Aktivis-aktivis '98 sekarang pada ngapain aja sih?
- Masih ada Korupsi Kolusi Nepotisme gak?
- Bagaimana sepak terjang militer dan kepolisian sekarang?
- Apakah hukum sudah benar-benar ditegakkan?
- Bagaimana dengan konflik horizontal di masyarakat?
- Ekonomi kita membaik atau memburuk?
- Partai-partaiyang ada pada ngapain aja sih kerjaannya?
- Regenerasi politik kita kearah lebih baik atau makin bobrok?
- Siapa capres yang benar2 bisa memimpin kita 2014 nanti?
dulu film ini sempet tayang di bioskop kita, tapi sayang terbatas dan cuma seminggu doang
gw belum tau apakah ada link donlotnya, tapi di vimeo ada video on demand-nya http://vimeo.com/ondemand/5565
gw belum tau apakah ada link donlotnya, tapi di vimeo ada video on demand-nya http://vimeo.com/ondemand/5565
Di Balik Frekuensi
Yang terakhir ini dokumenter juga, tapi lebih kekinian, menyoroti gimana para penguasa menguasai media untuk mengendalikan informasi yang sampai ke rakyat.
Dulu ketika jaman orde baru, gw inget betul gimana media resmi pemerintah malah jadi corongnya golkar. Satu-satunya sumber informasi buat 180juta penduduk indonesia waktu itu praktis dikendalikan mereka. Lalu mulai bermunculan tv swasta, tapi tetap wajib merelay siaran dunia dalam beritanya tvri tiap malam. Jadi tetap, informasi dikendalikan penguasa.
akhirnya berubah setelah reformasi 98 media televisi swasta booming, dan tidak lagi harus merelay tvri, masing-masing punya program berita sendiri. Kebebasan pers mulai terasa lagi.
namun sekarang setelah 15 tahun reformasi, kita justru kembali mengulangi siklus yang sama.
para pejabat / partai yang tadinya harus bayar iklan untuk kampanye sekian detik di televisi mulai kepikiran, hey kenapa saya engga bikin/ beli stasiun tv sendiri?
maka jadinya seperti sekarang ini, hampir semua stasiun televisi swasta di indonesia pasti dimiliki / berafiliasi dengan partai politik, yang paling kentara metro tv -nya surya paloh dan tv one -nya aburizal bakrie 2-2nya sama-sama ketua umum parpol dan sama-sama mau jadi capres bisa dibayangkan bakal seperti apa nanti 'berisik'-nya media kita di 2014 ?
Hal ini lah yang yang coba diangkat oleh Ucu Agustin melalui film Di Balik Frekuensi, tentang konglomerasi media kebetulan ketika memulai pengumpulan data utk film ini, Ucu ketemu 2 orang yang mempunyai masalah dengan 2 penguasa media di atas.
Pertama, Luviana, jurnalis metro tv yang telah bekerja 10 tahun lebih. Diberhentikan secara semena-mena ketika dia dan beberapa karyawan lainnya menuntut perbaikan kesejahteraan dan pembentukan serikat pekerja di metro.
Lalu ada Hari Suwandi, seorang korban lumpur lapindo yang berjalan kaki dari Porong ke Jakarta untuk menuntut keadilan.
Dalam film ini terlihat bagaimana metro tv yang terkenal sebagai stasiun berita pertama di indonesia ternyata bisa bias juga dalam pemberitaan, terutama jika menyangkut surya paloh/ nasdem, di metro ternyata punya divisi khusus nasdem. Jika ada jurnalis yang mempertanyakan kenapa bisa terancam dikeluarkan.
Dulu ketika jaman orde baru, gw inget betul gimana media resmi pemerintah malah jadi corongnya golkar. Satu-satunya sumber informasi buat 180juta penduduk indonesia waktu itu praktis dikendalikan mereka. Lalu mulai bermunculan tv swasta, tapi tetap wajib merelay siaran dunia dalam beritanya tvri tiap malam. Jadi tetap, informasi dikendalikan penguasa.
akhirnya berubah setelah reformasi 98 media televisi swasta booming, dan tidak lagi harus merelay tvri, masing-masing punya program berita sendiri. Kebebasan pers mulai terasa lagi.
namun sekarang setelah 15 tahun reformasi, kita justru kembali mengulangi siklus yang sama.
para pejabat / partai yang tadinya harus bayar iklan untuk kampanye sekian detik di televisi mulai kepikiran, hey kenapa saya engga bikin/ beli stasiun tv sendiri?
maka jadinya seperti sekarang ini, hampir semua stasiun televisi swasta di indonesia pasti dimiliki / berafiliasi dengan partai politik, yang paling kentara metro tv -nya surya paloh dan tv one -nya aburizal bakrie 2-2nya sama-sama ketua umum parpol dan sama-sama mau jadi capres bisa dibayangkan bakal seperti apa nanti 'berisik'-nya media kita di 2014 ?
Hal ini lah yang yang coba diangkat oleh Ucu Agustin melalui film Di Balik Frekuensi, tentang konglomerasi media kebetulan ketika memulai pengumpulan data utk film ini, Ucu ketemu 2 orang yang mempunyai masalah dengan 2 penguasa media di atas.
Pertama, Luviana, jurnalis metro tv yang telah bekerja 10 tahun lebih. Diberhentikan secara semena-mena ketika dia dan beberapa karyawan lainnya menuntut perbaikan kesejahteraan dan pembentukan serikat pekerja di metro.
Lalu ada Hari Suwandi, seorang korban lumpur lapindo yang berjalan kaki dari Porong ke Jakarta untuk menuntut keadilan.
Dalam film ini terlihat bagaimana metro tv yang terkenal sebagai stasiun berita pertama di indonesia ternyata bisa bias juga dalam pemberitaan, terutama jika menyangkut surya paloh/ nasdem, di metro ternyata punya divisi khusus nasdem. Jika ada jurnalis yang mempertanyakan kenapa bisa terancam dikeluarkan.
Gw inget beberapa waktu lalu ada 4-5 jurnalis senior metro yang keluar, mungkin karena ini juga kah?
Lalu tv one yang juga "tv berita" yang secara sengaja memframing berita lumpur lapindo agar tidak menyinggung aburizal bakrie, bahkan sampai menyudutkan Hari Suwandi sebagai bukan korban lumpur dan hanya mencari sensasi.
Perhatikan gak bagaimana di setiap pemberitaannya tv one tidak pernah menyebut sebagai 'lumpur lapindo' tapi 'lumpur sidoarjo' ?
Terungkap juga soal berita titipan, sering kan kita lihat kok ada orang-orang yang lagi berkasus tiba-tiba bisa nongol diwawancara di tv? atau kok bisa-bisanya ada narasumber mistis yang gak berkompeten nongol di talkshow?
Nah ternyata mereka itu bayar ke si stasiun tv biar bisa nongol utk membela diri/ kampanye.
Itu baru 2 contoh dari 2 media, sementara banyak media lain yang juga dikuasai politisi. contohnya grup jawa pos-nya dahlan iskan, lalu ada ct corp yg dekat dengan demokrat.
Sayang sekali dokumenter sepenting ini belum bisa ditayangkan secara luas. Selama ini baru screening dari kampus ke kampus atau sebatas komunitas2 tertentu. Mustinya 'dilepas' ke youtube sekalian biar jadi viral dan tercapai tujuannya.
Sampai saat ini, diperkirakan sekitar lima puluh ribu orang telah menonton film DBF baik melalui pemutaran secara resmi maupun tidak resmi. Adapun yang dimaksud dengan pemutaran tidak resmi adalah pemutaran ulang dan pemutaran yang dilakukan tanpa pemberitahuan pada pihak DBF dan hanya diketahui oleh tim melalui cuitan di twitter atau kabar dari teman. Atas respon yang terus melimpah ini, kami merasa senang bisa turut bersama berkontribusi demi terciptanya masyarakat yang lebih melek media.
Permintaan kerjasama pemutaran film DBF, sampai saat ini masih berlangsung dan masih terus kami layani. Permintaan kebanyakan masih datang dari kampus-kampus di seluruh Indonesia juga komunitas-komunitas pemerhati isu media. Untuk permintaan kerjasama pemutaran resmi semacam ini, kami menyediakan DVD secara gratis. Silahkan untuk mengirim email ke behindthefrequencyfilm@gmail.com
Permintaan kerjasama pemutaran film DBF, sampai saat ini masih berlangsung dan masih terus kami layani. Permintaan kebanyakan masih datang dari kampus-kampus di seluruh Indonesia juga komunitas-komunitas pemerhati isu media. Untuk permintaan kerjasama pemutaran resmi semacam ini, kami menyediakan DVD secara gratis. Silahkan untuk mengirim email ke behindthefrequencyfilm@gmail.com
Video Tambahan
Film ini menyoroti pemilu 2009 kemarin kalo ada komunitas/ sekolah/ kampus yang mau nonbar silakan kirim email ke contact@fictionary.tv
Sumber
Sumber
Bila suka dengan artikel diatas infokan ke teman anda dengan klik dibawah ini: